Belajar Filosofi Hidup Orang Jawa dari Nasi Tumpeng
Tumpeng atau biasa kami kenal bersama sebutan buceng adalah olahan nasi yang berwujud kerucut menyerupai gunung lengkap bersama lauk pauk di sekelilingnya. Dalam budaya Jawa, tumpeng atau buceng biasa kami temui sebagai sesaji (sajian utama) didalam acara-acara syukuran, kenduri, selamatan ataupun upacara-upacara kebiasaan spesifik layaknya peringatan 1 Muharam atau Satu Suro.
Penyajiannya pun bervariasi. Nasi yang digunakan sanggup manfaatkan nasi putih biasa, nasi gurih, ketan ataupun nasi kuning. Secara umum, sajian nasi tumpeng diidentikkan bersama olahan nasi kuning berwujud kerucut bersama nasi putih di atasnya serta disediakan di atas tampah (wadah bundar tradisional dari anyaman bambu) dan dialasi daun pisang.
Dikutip dari tandapagar.com, berdasarkan peristiwa asalnya, nasi tumpeng dibuat untuk memuliakan gunung sebagai daerah bersemayam para hyang atau arwah leluhur (nenek moyang). Kepercayaan ini berganti selagi masyarakat tergoda budaya Hindu. Nasi tumpeng dibuat kerucut untuk mengikuti wujud gunung suci Mahameru, daerah bersemayam dewa-dewi Pesan Nasi Tumpeng .
Pada selagi Islam masuk ke Nusantara, budaya nasi tumpeng ini sesudah itu diadopsi dan dikaitkan bersama filosofi Islam Jawa. Tumpeng merupakan akronim didalam bhs Jawa, yaitu “yen metu mesti sing mempeng” (kalau muncul mesti sungguh-sungguh). Sedangkan buceng sendiri merupakan singkatan dari “nyebuto sing kenceng” (giat berdoa dan ingat kepada Yang Maha Kuasa).
Menurut cerita dari para sesepuh, tumpeng dan buceng merupakan sesaji didalam kebiasaan orang Jawa yang penuh bersama persentase nilai moral dan filosofi hidup. Pada setiap anggota dari piranti-pirantinya, tumpeng dan buceng memiliki arti sebagai perwujudan rasa syukur dan ungkapan menerima kasih kepada sang pencipta.
Jika diuraikan satu per satu! sajian tumpeng sendiri memiliki kajian arti yang sangat mendalam, yang memperlihatkan betapa tingginya kebiasaan peradaban nenek moyang kami didalam mengenali Tuhannya. Menurut idntimes.com nasi tumpeng disediakan bersama 7 macam lauk pauk. Angka 7 atau didalam bhs Jawa artinya pitu dan dimaknai sebagai pitulungan (pertolongan).
1. Nasi yang diberbentuk kerucut dimaknai sebagai simbol untuk selamanya berserah diri kepada Tuhan serta menyimpan harapan supaya selau hidup sejahtera. Selain arti dibalik akronim buceng dan tumpeng, wujud kerucut dan nasi kuning bersama nasi putih dibagian atasnya. Warna kuning melambakan rasa wening (kekhusyukan) tetapi warna putih hati yang putih bersih didalam berdoa.
2. Ayam Ingkung
Ayam, dimasak utuh ingkung bersama bumbu kuning/kunir dan diberi areh (kaldu santan yang kental) yang jadi simbol menyembah Tuhan bersama khusuk (manekung) bersama hati yang tenang (wening). Di mana ketenangan hati dicapai bersama mengendalikan diri dan sabar (nge”reh” rasa).
Dalam penyembelihannya , penentuan ayam jago terhitung membawa arti menjauhi sifat-sifat buruk ayam jago, pada lain: sombong, congkak, jikalau berbicara selamanya menyela dan terasa tahu/menang/benar sendiri (berkokok), tidak setia dan tidak perhatian kepada anak istri.
3. Ikan Lele
Zaman dahulu ikan yang disediakan Ikan Lele. Ikan lele memiliki arti ketabahan, keuletan didalam hidup dan sanggup hidup didalam kondisi ekonomi yang paling bawah sekalipun. Karakter ikan lele sendiri adalah tahan hidup di air yang tidak mengalir dan di dasar sungai.
4. Ikan Teri
Ikan Teri biasanya digoreng bersama tepung atau tanpa tepung. Ikan Teri dan Ikan Pethek hidup di laut dan selamanya bergerombol supaya memberi arti kebersamaan dan kerukunan.
Ikan ini jadi simbol dari ketabahan, keuletan didalam hidup dan sanggup hidup didalam kondisi ekonomi yang paling bawah sekalipun. Lauk lain yang disediakan adalah ikan teri. Ikan ini biasanya digoreng bersama atau tanpa tepung. Ikan teri selamanya hidup bergerombol. Filosofi yang sanggup diambil, sebagai umpama dari kebersamaan dan kerukunan.
5. Telur Rebus
Nasi tumpeng ditambah bersama telur rebus utuh. Telur direbus pindang, bukan didadar atau mata sapi, dan disediakan utuh bersama kulitnya, jadi tidak dipotong supaya untuk memakannya mesti dikupas lebih-lebih dahulu.
Piwulang jawa mengajarkan “Tata, Titi, Titis dan Tatas”, yang artinya etos kerja yang baik adalah kerja yang terencana, teliti, tepat perhitungan,dan diselesaikan bersama tuntas.
Telur terhitung jadi simbol jikalau manusia diciptakan bersama fitrah yang sama. Yang membedakan nantinya sebatas ketakwaan dan tingkah lakunya.
6. Sayur Urap
Pelengkap lainnya adalah sayur urap. Sayuran yang digunakan pada lain kangkung, bayam, kacang panjang, taoge, kluwih bersama bumbu sambal parutan kelapa atau urap dan lain-lain. Seperti halnya pelengkap lainnya, sayur-sayuran ini terhitung mengandung simbol-simbol penting, pada lain:
– Kangkung artinya jinangkung yang artinya melindung,
– Bayam (bayem) artinya ayem tentrem,
-Taoge/cambah yang artinya tumbuh,
-Kacang panjang artinya kesimpulan yang jauh ke depan,
-Bawang merah melambangkan mempertimbangkan segala suatu hal bersama masak baik buruknya,
-Cabe merah diujung tumpeng merupakan symbol dilah/api yang meberikan penerangan/tauladan yang berfaedah bagi orang lain,
-Kluwih artinya linuwih atau membawa kelebihan dibanding lainnya, dan
-Bumbu urap artinya urip/hidup atau sanggup menghidupi (menafkahi) keluarga.
7. Sambal Goreng
Sambel Goreng biasanya terbuat dari tahu, kentang dan tempe dan Sambel goreng tumis bersama bumbu. Bahan-bahan yang dirajang jadi potongan-potongan kecil artinya gotong royong dan guyup rukun didalam bermasyarakat.